Naek
kereta atau pesawat ya? Pertanyaan yang pertama muncul ketika terbersit di
pikiran gue untuk mengunjungi Yogyakarta. Tapi yang pertama gue cek tiket
pesawat dulu sih, soalnya lebih cepet kalo naek pesawat, cuma 1 jam dari
Jakarta, sedangkan kalo naek kereta bisa keabisan waktu di jalan. Ternyata ada
tiket pesawat terjangkau, langsung sesegera mungkin gue book. Walaupun pulang
dan pergi naek maskapai yang berbeda supaya lebih murah, akhirnya gue
memutuskan untuk berangkat ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat luar
angkasa (mungkin gak sih??) ya pesawat terbang lah ya yang pasti.
Seperti
biasanya 2 jam sebelum pesawat diberangkatkan gue sebagai penumpang yang tau
diri dan gak mau beli tiket double, kita harus on time, pesawat gue berangkat
jam 5.10 pagi, jadi mau gak mau jam 3an harus udah di airport, berat sih
rasanya tapi lebih berat dosa lo sih, haha. Karena durasi di udara cuma sejam,
ya nanggung sih kalo mau tidur lagi, akhirnya photo-photo aja, secara gue bawa
GoPro pinjeman yang keren bgt (thanks ya mal! :D) sampe akhirnya dimarahin
pramugari karena pesawat udah mau landing gue masih sibuk foto. Setelah photo
session sekitar 1jam di pesawat, sampailah di Bandara Adisucipto Jogjakarta.
Sesampainya
disini yang dilakukan adalah foto lagi tentunya, karena foto #selfie tidak akan
mengurangi umur anda, hahaha. Keluar bandara, banyak supir taksi dan tukang
becak yang menawarkan untuk menemani kesendirian gue, errrr -_-“
Tapi
gue tak tergoda sedikitpun, akhirnya dengan papan petunjuk yang sangat jelas
gue keluar dari bandara dan menuju halte TransJogja. Awalnya agak bingung
dengan peta nya, tapi pegawai TransJogja yang ada di halte sangat ramah dan
membantu menunjukan jalan dan dimana kita harus berhenti, bayarnya hanya Rp.
3000 saja lho, mirip sebetulnya sistemnya dengan TransJakarta tapi bedanya
penumpang disini sangat ramah, lain halnya dengan di ibukota, bukannya ramah tapi
rajin menjamah. Gue ketemu dengan satu ibu sudah tuaaaa sekali, dia katanya
abis dari sebuah kota deket sini, gue pengen banget ajak ngobrol dan nanya
nanya, pacarnya siapa atau mantannya berapa, tapi sayang banget dia ga bisa
bahasa tubuh, karena cuma dengan bahasa tubuh gue bisa berkomunikasi dengan
orang baru (apasih -___-) ya intinya gue cuma bisa kasih senyuman dan bantuin
bawain barang dia pas naek bus, dia juga bukan penjual pulsa ya (liat foto).
Sampai
di Jogja itu sekitar jam 6 pagi, sedangkan hotel baru bisa check in jam 12 an
kan, ya tapi mau gamau ke hotel dulu naro barang, baru lanjut jalan-jalan.
Setelah naro koper di hotel, gue melanjutkan perjalanan mencari sarapan yang
direkomendasikan dari internet, namanya Gudeg Yu Djum, konon katanya ini
merupakan depot gudeg pertama di Jogja, wow. Nyasar, iya. Lapar juga iya.
Bermodalkan internet dan google maps, mencari alamat dan bertanya penduduk sekitar
gimana caranya ke gudeg Yu Djum ini, akhirnya sampe lah setelah lumayan jalan
jauh dan nyasar, semua itu terbayar dengan kenikmatan yang ditawarkan oleh Yu Djum,
sepiring nasi gudeg lengkap dengan brutu (pantat ayam) menghilangkan semua rasa
sepi. Err. Gudeh Yu Djum ini bukan cuma ada di satu tempat, banyak gerainya,
tinggal dipilih aja yg terdekat sebenernya, cuma sok-sok an pengen di pusatnya
yang ternyata ga nemu juga, tp rasanya tetep enak dan menggugah selera.
Setelah
perut terisi gue jalan kaki mencari angkutan yang mau ngangkut gue dan perut
yang penuh dengan gudeg ini, ga nemu dan nyasar lagi sampe ke UGM, sampai
akhirnya ada angkutan umum serupa bus yang lewat, dan tanpa pikir panjang gue
pun naik. “Pak, kalo mau ke Manding, gimana caranya?” pertanyaan pertama gue
pada saat naek di bus itu ke pak kenek. Dan dengan ramah dia memberi tahu bukan
tempe, kalo mau ke Manding, naek bus dari terminal ke arah Parang Tritis, nanti
sampe di sana. Sampailah gue di lokasi tujuan gue, Manding. Wilayah ini
terkenal dengan pengrajin kulit manusia (yakaleee) ya kulit sapi lah yah, yang
dijadikan sepatu dan tas, sepanjang jalan kanan kiri kulihat saja cuma toko,
bukan pohon cemara, karena bukan di gunung. Produk yang ditawarkan materialnya
bagus, tapi sayang untuk model atau designnya agak sedikit tertinggal atau gak
ngikutin perkembangan tren masa kini. Alhasil gue tidak membeli satu barang pun
dari manding, mungkin karena masalah selera aja sih.
Setelah
berjalan-jalan dan berpanas-panasan di kawasan Manding, perut pun minta diisi,
akhirnya buka tripadvisor dan langsung mencoba rekomendasi tempat makan di daerah
Jogja yang konon enak dan wajib dikunjungi jika berkunjung ke kota ini. Pilihan
gue jatoh ke Café Via Via, tempatnya nyaman, makanan enak dan pelayanan
memuaskan, pilihan gue ga salah ternyata.
Perut
kenyang, maunya tidur, tapi lagi di Jogja masa mau tidur siang sih, mau bobo
siang di rumah aja mendingan, akhirnya gue memutuskan untuk mengunjungi Taman
Sari, tempat ini sayang sekali kurang pengelolaan, jadi kurang pesonanya, di
kawasan ini gue nemu satu logo yang menarik perhatian gue di salah satu rumah,
logo besar bertuliskan “Voice of Jogja” karena keingin tahuan gue besar, gue
masuk dan ternyata tempat ini adalah art gallery, isinya adalah kaos kaos
dengan gambar-gambar penuh arti dan ada sebagian koleksi yang memang gambarnya
dilukis oleh seniman-seniman yang ingin menyuarakan isi hatinya melalui sebuah
karya yang ditumpahkan di sebuah kaos. Gue sedikit ngobrol dengan pemilik art
gallery ini, namanya mas Heri. Gue kagum dengan karya dan kegigihannya terhadap
karya seni dan juga batik. Sebuah karya mas Heri yang gue beli adalah sebuah
kaos bergambar seorang wanita yang mirip dengan Cleopatra dan dilengkapi dengan
ornamen-ornamen jawa campur pop-art. Gue seperti menemukan harta karun karena
karya mas Heri ini cuma ada 1 dan ga akan ada yang punya di seluruh muka bumi
ini selain gue. Hahaha. Mengenai harga kalo untuk ukuran sebuah kaos memang
cukup mahal, tapi menimbang ini adalah sebuah karya seni, itu bukan menjadi
masalah.
Sepulang
dari Taman sari dengan harta karun yang gue temukan disana, gue pulang ke hotel
untuk istirahat sejenak dan bersiap-siap untuk menonton pertunjukan Ramayana
Ballet atau pertunjukan tari Ramayana di kawasan Candi Prambanan, katanya jika
musim kemarau pertunjukan ini berlatar belakangkan langsung candi prambanan
(pasti keren banget sih) tapi karena sekarang sedang musim langit menangis jadi
ya pertunjukan ini digelar di ruangan yang semi outdoor, tapi cukup nyaman sih.
Pertunjukan ini menceritakan cerita tentang kisah percintaan Rama dan Shinta
dan berlangsung kurang lebih 2 jam dengan 10 menit intermezzo antara babak 1
dan babak 2. Disarankan kalo mau nonton pertunjukan ini, baca dulu sinopsis
yang disediakan di pintu masuk, supaya bisa ngerti cerita dari pertunjukan yang
disuguhkan, karena selain pertunjukan musikal ini berbahasa jawa, jika tidak
tahu alias tempe jalan ceritanya, bisa-bisa ketiduran nanti. Menurut gue
overall pertunjukan ini bagus. Oh iya, harga tiket masuk nya adalah 100rb-250rb
rupiah. Jangan takut untuk susah pulang ke tempat lo bermalam dari Prambanan,
karena disediakan jasa angkutan seharga 30rb rupiah per orang, diantar sampai
ke hotel, kecuali hotel lo di Surabaya, ya itu sih ga mungkin dianter.
Pertunjukan ini dimulai jam 19.30 dan berakhir di jam 21.30, ada makanan juga
disediakan tapi beli ya, kencing aja bayar kale, eh kalo disini kencing gratis
sih. Jadi ga perlu takut kelaperan.
Jadi
hari pertama gue di Yogyakarta diakhiri dengan menonton pertunjukan yang seru
ini, seru untuk diceritain ada lucunya, ada ngantuknya (ya maklum udah
beraktivitas dari jam 3 pagi, menurut nganjuuuug?) Kesan yang ditinggalkan di
hari pertama gue di kota ini adalah manis. Gue akan share pengalaman hari ke-2
gue di Yogyakarta di postingan berikut ya, mudah-mudahan terhibur dengan cerita
gue.
Selamat
jalan-jalan, semoga kita berpapasan.
Cheers,
Febrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar