Bangun
jam 3 pagi tuh rasanya berat sekali, tapi demi melihat keindahan alam
Yogyakarta di pagi hari, eh Magelang maksudnya. Kemaren pas posting foto
Borobudur di instagram, ada yang protes: “Kak, Borobudur itu bukan di
Yogyakarta tapi di Magelang.” Makasih yah infonya, maklum anak IPA waktu SMA
bukan anak IPS, tapi kan masih deketan (ga mau kalah :P). Yoi, pagi ini gue
berencana ke Borobudur dan nyewa mobil plus driver yang baik dan super
informatif atau jangan2 dia detektif, bisa jadiii bisa jadiiii, tapi sepertinya
tidak. Harganya sangat terjangkau yaitu Rp 200.000 untuk 12 jam mobil dan
driver, tapi belom termasuk bensin ya apalagi termasuk peluk dan cium mesra,
harganya beda lagi. Mobil yang gue dapet adalah mobil Daihatsu xenia, dan
drivernya namanya Pak Doni tapi bukan alamsyah. Pak Doni ini super baik, gue
repotin untuk jadi tukang foto pun dia ga keberatan. Makasih ya pak,
mudah-mudahan bapak masuk surga, amin.
Perjalanan
pertama adalah menuju Punthuk Setumbu, disini bisa liat Borobudur yang diselimuti
kabut dan hutan yang indah, pas sampe sini memang masih gelap, dari parkiran ke
lokasi yang biasa dipakai untuk foto Borobudur dari atas ini, harus jalan kaki
sekitar 10-15 menit, dan perjalanan yang ditempuh itu nanjak alias naik dengan
jalan setapak dan agak becek karena musim hujan. Sesampainya di atas gue
ternganga-nganga karena masih gelap dan ga ada apa-apa. Menuruuuuuut
nganjuuuuug, orang masih gelap ya mau liat apaan deh. Sekitar 10 menit
kemudian, langit berubah menjadi kebiruan, dan keajaiban pun muncul, bagus
banget. Bisa liat Borobudur dari atas plus pemandangan yang sangat jarang ada
ini, seperti lukisan. Gue cuma bisa bilang Tuhan itu ajaib. Gue mengambil foto
dengan kamera seadanya, dari handphone dan gopro, andaikan gue punya kamera yang
lebih bagus, mungkin fotonya akan lebih bagus juga, well tapi tetep bersyukur
karena mata gue bisa mengcapture pemandangan yang indah ini.
Setelah
puas di Punthuk Setumbu, akhirnya gue pun melanjutkan perjalanan yaitu ke Candi
Borobudur. Sampe sana udah sekitar jam 6 pagi lewat sedikit, dan langit masih
mendung, tapi kawasan ini udah banyak yang dateng. Kata Pak Doni, kalo mau ke
Candi Borobudur mending pagi sekalian atau sore sekalian kaya jam2 atau 3an
gitu, karena kalo siang nanti kita dimarahin alien (yakaleeee) gak sih, kalo
siang itu panas dan rame banget. Loket penjualan tiket buka dari jam 6 pagi
kok. Candi Borobudur gak pernah keabisan pesonanya, gue udah berkali-kali
kesini tapi selalu ada hal baru yang gue temuin, dari mulai relief, atau pengunjung
yang datang juga kan berbeda. Pas gue kesana kemaren, gue baru sadar seni dari
ngambil foto di Borobudur adalah kesabaran. Sabar menunggu giliran untuk foto,
karena suka ada gerombolan anak SMP atau SMA yang sedang berdharma wisata. Gue
kemaren kesana bersamaan dengan sekitar 3 grup dharma wisata yang berbeda, itu
masih pagi lho. Dan biasanya mereka seragaman baju atau topi gitu, warnanya
biasanya kaya ada orang teriak tapi bukan di kuping, melainkan di mata lo,
tujuannya sih mungkin biar ga ilang atau pisah dari rombongannya, tapi ya udah
intinya sabar aja. Sambil nunggu giliran untuk bisa mengambil objek foto yang
bagus, gue duduk dan googling tentang Candi Borobudur dan pastinya ga akan gue
share disini (googling aja jangan males, kebiasaan deh) hahaha. Gue terkesima
dengan bangunan ini, ga kebayang jaman dulu udah ada orang yang punya pemikiran
bikin bangunan serumit dan seindah Borobudur. (Proud Indonesian).
Puas
mengambil foto dan menikmati keindahan Borobudur dan sekitarnya, gue
melanjutkan perjalanan ke Museum Ullen Sentalu di daerah Kaliurang. Sebelumnya
gue denger beberapa temen gue yang udah pernah mengunjungi museum ini, katanya
museum ini adalah museum terkeren yang pernah mereka kunjungin, gue pun berawal
dari penasaran dan cerita temen-temen, akhirnya memutuskan untuk mengunjungi
Museum Ullen Sentalu. Museum ini dibuat oleh keluarga Haryono dengan dukungan
dari para orang yang berperan dalam perkembangan budaya dan seni jawa. Begitu
turun dari mobil gue sangat excited untuk mengunjungi kamar mandinya, karena
kebeled. Oh iya tiketnya masuk sini cuma 30rebu aja. Dan menurut gue setelah
selesai tour di museum ini ditemani mbak Tami, itu merupakan uang 30ribu paling
berharga yang pernah gue keluarin, karena hanya dengan 30ribu rupiah gue bisa
dapet banyaaaaaaaak pengetahuan dan pengalaman seumur hidup yang ga akan pernah
gue lupain. Museum ini sangat rapih, modern, lengkap, menarik dan memberikan
pelajaran tentang budaya dan seni tentang Jawa. Dari mulai tokoh-tokoh yang
berperan dalam perkembangan seni dan budaya jawa, sampai barang-barang
peninggalannya dijelaskan dan dikemas dengan baik dan menarik. Gue pasti akan
balik lagi kesini suatu saat jika mengunjungi Yogyakarta. Oh iya jangan
khawatir, uang tiket yang dibayar udah termasuk seorang pemandu yang akan
nemenin dan ngejelasin selama ada di Museum Ullen Sentalu. Pokoknya kalo ke
Jogja harus banget ngunjungin museum ini, lo akan tercengang dan berasa makin
cinta sama Indonesia, karena gue pun demikian.
Masih
terbayang-bayang dengan kerennya Ullen Sentalu, tapi lain halnya dengan perut
gue yang udah terbayang diisi makanan enak. Masih di daerah Kaliurang, gue
kembali mencoba rekomendasi dari TripAdvisor, yaitu sebuah rumah makan bernama
Jejamuran. Yes, bisa diliat dari namanya restoran ini menyediakan berbagai
makanan dan minuman yang berbahan dasar dari berbagai macam jenis jamur. Dan
gue pun ga mau salah pilih makanan ya jadi gue tanya aja pegawainya, kira-kira
yang cocok buat gue itu yang gimana sih, yang pengertian atau yang sayang ama
gue (eh ngelantur) ya tanya yang paling paporit apa sih disini, terus kata dia
yang paling paporit itu sate jamur dan jamur goreng tepung. Langsung gue pesen
itu beserta beberapa menu lainnya yang bikin penasaran, seperti lumpia jamur
dan juga sup jamur. Rasanya enaaaaaaaaaaaaaaaak bgt, pilihan pertama gue jatuh
pada sate jamur, juara banget dia memang, rasanya kaya lagi makan sate daging
sapi, gilaaaaaa. Paraaah paraaah paraaah. Yang lain ga kalah enak sih, jadi ada
2 macem deh makanan disini, enak dan enak banget. Ga nyesel deh makan disini,
selain harganya sangat terjangkau, rasanya pun enak dan memanjakan anda walau
dia cuma restoran bukan pacar anda. Drooop ah. Hahaha.
Eh
tetiba hujan gede, langsung gue galau, kenapa gue di tempat seindah ini masih
sendiri juga, apa sih yang kurang, setelah gue sadari yang kurang dari gue cuma
satu, kurang kasih sayang. (menuruuuut nganjuuuug?!). Nah dalam perjalanan
kembali ke Yogyakarta, gue ngobrol sama pak Doni, mengenai bakpia, kenapa
bakpia ini ada nomer belakangnya kaya nomer togel deh, tapi kok bukan juga.
Akhirnya menurut info dari pak Doni, ada 3 bakpia yang paling banyak digemari
di Yogyakarta. Bakpia 25, Bakpia 75 dan Bakpia pendatang baru Bakpia Djava.
Karena penasaran, gue minta pak Doni untuk mengantar gue ke 3 tempat penjualan
masing-masing bakpia. Nah kalo mengenai nomor di belakang bakpia ini, konon
katanya ini terinspirasi dari nomor rumah, jadi dulu penjual bakpia ini ada di
daerah pathuk (atau pathok gitu) dan karena di daerah itu semua menjual bakpia,
jadi untuk membedakannya ya pake nomor rumah di belakang. Anyway yang pertama
gue kunjungin adalah bakpia djava, gue disini mencoba testernya dan terpikat
oleh rasa susu dan rasa keju, isiannya lembut dan agak lembek. Kedua gue ke
bakpia 25, disini gue hanya membeli rasa keju, karena gue kurang suka rasa yang
lain, nah disini bakpianya kering dan crispy. Ketiga gue coba bakpia 75 dan gue
ga membeli apapun setelah mencoba testernya, karena mungkin masalah selera aja
sih. Tapi dari ketiga bakpia yang gue coba, yang paling enak menurut gue adalah
bakpia djava, kedua bakpia 25, sedangkan menurut gue bakpia 75 biasa aja, ga
spesial. Balik lagi ini masalah selera ya, jadi selamat mencoba dan bandingkan
sendiri.
Selesai
belanja bakpia untuk oleh-oleh, gue menyempatkan ke Mirota batik untuk membeli
sesuatu untuk oleh-oleh. Toko ini adanya di sebrang pasar beringharjo di daerah
Malioboro. Tempat ini memang relatif mahal harganya jika dibandingkan dengan
penjual oleh-oleh di pinggir jalan, karena konsepnya yang one stop shopping,
dari batik, makanan khas Yogyakarta, jamu sampai souvenir, semua ada disini.
Tempatnya nyaman dan ada pembatik asli di tengah tokonya, hal ini yang menjadi
salah satu daya tarik tempat belanja ini. Jadi kalo ke Yogyakarta dan ga mau
repot beliin oleh-oleh berpindah pindah tempat, dateng aja ke Mirota Batik ini,
semua ada disini, kecuali jodoh, eh tapi bisa aja lo ketemu jodoh disini sih.
Hari
kedua perjalanan gue di Yogyakarta ditutup manis dengan mencoba angkringan
dekat stasiun, disini gue mengenyangkan perut dengan menu pilihan sate-satean
dan nasi kucing, serta minum kopi Joss (Felix ga sih?!) kopi ini uniknya
dicampur dengan arang, jadi setelah kopi diseduh, dimasukan arang panas yang
masih berwarna merah, ketika arang dimasukin ke gelas kopi, ada bunyinya
jossssssssss, nah karena itu kopi ini disebut kopi joss. Tenang kopi joss ini
ga berbahaya diminum kok, bahkan katanya kopi joss ini bisa menawarkan racun
yang ada dalam tubuh kita, soalnya mengandung arang, kaya norit gitu. Oh iya
rasanya sama aja kaya kopi item pake gula, ga ada bedanya sedikit pun. Coba deh
kalo emang suka kopi.
Seharian
jalan dari pagi sampe akhirnya sungguh capek tapi hati senang, makan jamur
sampe minum kopi pake arang, dari nunggu matahari terbit sampe nunggu anak sekolah
berdharma wisata, dari toko bakpia yang satu ke toko bakpia yang lain, dari
bangunan bersejarah sampe rumah dengan segudang sejarah, hari kedua gue di
Yogyakarta sangat seru dan bikin pengen balik lagi, di hari ketiga gue di kota
ini, gue berwisata alam bebas, akan gue share di postingan gue berikutnya ya.
Selamat
jalan jalan, semoga kita berpapasan.
Cheers,
Febrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar